Senin, 08 Februari 2010

“Ekonomi Global Buka Peluang Usaha Kecil dan Menengah”.




BAB. I
PENDAHULUAN

Berlangsungnya krisis finansial global sejak tahun lalu telah menimbulkan dampak kurang menggembirakan bagi pertumbuhan ekonomi di banyak negara, tidak terkecuali Indonesia kegiatan produksi di kalangan industri manufaktur yang berorientasi ekspor menurun volumenya, karena daya serap pasar dunia telah melemah, dengan demikian kalangan industri skala kecil menengah (IKM) bahkan skala rumahan di Indonesia juga terkena imbas krisis finansial global itu, soalnya, industri skala besar lazim bermitra dengan IKM berupa penyerapan produk maupun komponen tertentu untuk memenuhi permintaan pasar internasional.

Bagi usaha kecil menengah (UKM) yang melakukan ekspor sendiri maupun melalui pihak ketiga juga telah merasakan getirnya krisis tersebut, selain menurunnya pesanan dari importir di banyak negara, harga produk pun tidak bisa dinaikkan di tengah meningkatnya biaya produksi terkait kenaikan upah serta harga bahan baku, perekonomian sepanjang tahun ini diyakini akan cukup suram yang diikuti bakal terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), kondisi tersebut ditambah dengan kedatangan ribuan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dipulangkan dari sejumlah negara. Besarnya manfaat dan efek berganda yang dihasilkan dari pemberdayaan UKM sesungguhnya dapat dilihat dari tertopangnya 68% sektor ekonomi nasional semasa Orba, sumbangan sektor UKM juga dapat dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang dihasilkan antara tahun 1997 – 2001 berkisar 54,74% - 57,68%, jadi lebih separuh dari “periuk negara” disumbang oleh pengusaha kecil dan menengah.

Indonesia menghadapi era pasar bebas karena pembangunan ekonomi nasional sedang dan akan menghadapi berbagai perubahan fundamental yang berlangsung dengan cepat dan perlu kesiapan dari para pelakunya, perubahan fundamental yang pertama terjadi di tingkat internasional yaitu prosesglobalisasi dengan perdagangan bebas dunia sebagai salah satu motor penggeraknya perubahan fundamental kedua terjadi di dalam negeri, yaitu berlangsungnya transformasi strukturperekonomian nasional dan peningkatan pendapatan masyarakat yang diikuti oleh perubahan polakonsumsi masyarakat, perubahan sangat mendasar dan menuntut perhatian bersama untuk melakukan langkah strategis sehingga perubahan yang terjadi menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan oleh usaha kecil, yang jumlahnyasangat besar dan yang menjadi sandaran hidup sebagian besar rakyat Indonesia untuk tumbuh dan berkembang secara alamiah, institusional dan berkelanjutan.



BAB. II
DIFINISI USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM)

Terlepas dari potensi ataupun arti pentingnya selama ini di dalam setiap pembahasan mengenai usaha kecil, selalu timbul ketidaksamaan persepsi tentang definisi dan kriteria pengusaha/industri kecil itu, ada beberapa kriteria yang masuk dari berbagai sumber diantaranya adalah dari:

1. Biro Pusat statistik [BPS]
Memberikan klasifikasi industri berdasarkan skala penggunaan tenaga kerja,yaitu:

a) Industri besar bila menggunakan tenaga kerja lebih dari 100 orang

b) Industri sedang bila menggunakan tenaga kerja antara 20 hingga 99 orang

c) Industri kecil bila menggunakan tenaga kerja antara 5 hingga 19 orang

d) Industri rumah tangga bila menggunakan tenaga kurang dari 5orang.

2. Departemen Perdagangan
Lebih menitikberatkan pada aspek permodalan. Suatu usaha dapat disebut usaha kecil apabila permodalannya kurang dari Rp 25 juta.

3. Departemen Perindustrian
Mendefinikan industri sebagai industri yang mempunyai aset tidak lebih dari Rp 600 juta.

4. Kadin
Mendefinisikan industri kecil sebagai sektor usaha yang memiliki aset maksimal 250 juta dengan tenaga kerja paling banyak 300 orang dan nilai penjualan di bawah 100 juta.

5. Departemen Koperasi dan Bank Indonesia,
Yang menggolongkan pengusaha kecil berdasarkan omzet usaha tidak lebih dari Rp 2 milyar dan kekayaan bersih [tidak termasuk tanah dan bangunan] tidak lebih dari Rp 600 juta.

6. Definisi Usaha Kecil Menurut UU Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil
Adalah sebagai berikut;
a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1 milyar.
c) Milik WNI.
d) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar.
e) Berbentuk badan usaha orang perseorangan, tidak berbadan hukum termasuk koperasi.

7. Pengertian UKM di Negara Lain
Industri kecil di Korea Selatan adalah industri yang memiliki tenaga kerja maksimum 20 orang; di Malaysia, industri kecil adalah industri yang memiliki tenaga kerja kurang dari 50 orang; di Singapura, industri kecil adalah industri yang memiliki tenaga kerja kurang dari 10 orang. 8 Industri menengah dan kecil Korea Selatan jumlahnya 98,6 persen dari seluruh perusahaan industri tahun 1992,5 Tingkat produktivitas berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia pengusaha dan tenaga kerjanya, yang dalam hal ini dipengaruhi antara lain oleh tingkat pendidikannya.

Data BPS hasil sensus penduduk tahun 1990 menunjukkan bahwa 87,0 persen pengusaha kecil di Indonesia hanya berpendidikan sampai dengan sekolah dasar (SD). Sementara itu yang berendidikan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) ke atas hanya 5,8 persen. Jika dibandingkan dengan negara lain, keadaan ini cukup memprihatinkan dan dapat menjadi kendala dalam menghadapi persaingan global dalam era liberalisasi ekonomi. Di Thailand, pada tahun 1987 sekitar 50 persen pengusaha kecilnya berpendidikan maksimum SD, sedangkan sekitar 12 persen adalah lulusan perguruan tinggi. Di Malaysia lebih maju lagi, pada tahun 1985 jumlah pengusaha kecil yang berpendidikan sampai dengan SD hanya 16,2 persen, sedangkan yang berpendidikan SLTA ke atas sudah mencapai 53,9 persen.

Perbedaan persepsi mengenai pengusaha/industri kecil ini pada gilirannya dapat menyebabkan pembinaan pengusaha kecil masih terkotak-kotak atau sektor oriented, di mana masing-masing instansi pembina menekankan pada sektor atau bidang binaannya sendiri, Dikarenakan ego sektoral/departemental, maka dalam prakteknya bahkan sering dijumpai antar pembina mempertahankan pendiriannya masing-masing, bagi pengusaha kecilpun, mereka sering mengeluh karena selama ini seringkali hanya dijadikan “obyek” binaan tanpa ada tindak lanjut atau pemecahan masalah mereka secara langsung, akibatnya akan terjadilah dua hal:

1) Ketidakefektifan arah binaan
2) Tiadanya indikator keberhasilan yang seragam, karena masing-masing industri pembina berupaya mengejar target dan sasaran sesuai dengan kriteria yang telah merekatetapkan sendiri.


Kendati banyak definisi mengenai pengusaha kecil, namun pengusaha kecil mempunyai karakteristik yang hampir seragam:

a) Tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dari kelurga dan kerabat dekatnya. Data BPS [1994] menunjukan jumlah pengusaha kecil telah mencapai 34,316 juta orang pengusaha kecil yang meliputi 15,635 [52] juta orang pengusaha kecil mandiri [tanpamenggunakan tenaga kerja lain], 18,227 juta pengusaha kecil yang 36 menggunakan tenaga kerja anggota keluarga sendiri serta 54 ribu orang pengusaha kecil yang memiliki tenaga kerja tetap.

b) Rendahnya akses usaha kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal, sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan rentenir.

c) Sebagian besar usaha kecil sebanyak 124.990, ternyata 90,6 persen merupakan perusahaan perseorangan yang tidak berakta notaris; dan hanya 1,7 persen yang sudah mempunyai badanhukum [PT, CV, Firma atau koperasi].

d) Ditinjau menurut golongan industri tampak bahwa hampir sepertiga bagian dari seluruh industri kecil bergerak pada kelompok usaha industri makanan, minuman dan tembakau. Diikutioleh kelompok industri barang galian bukan logam, industri tekstil, dan industri kayu, bamboo, rotan, rumput dan sejenisnya termasuk perabotan rumah tangga yang masing-masing berkisar antara 21 hingga 22 persen dari seluruh industri kecil yang ada. Adapun yang bergerak pada kelompok usaha industri kertas dan kimia relative masih sangat sedikit yaitu kurang dari 1 persen dari seluruh industry kecil yang ada.

BAB.II
PENGARUH EKONOMI GLOBAL SEKTOR USAHA KECIL DAN MENENGAH


Perubahan fundamental pertama yang mempunyai dampak langsung pada perekonomian nasional dan usaha kecil nasional, adalah globalisasi dan liberalisasi perdagangan Globalisasi dan liberalisasi perdagangan berarti pasar dunia akan makin terbuka bagi produk-produk kita, dan sebaliknya pasar domestik kita pun akan makin terbuka pula bagi produk-produk internasional. Di pasar domestik, globalisasi menyebabkan terjadinya proses internasionalisasi sistembudaya dengan dampak langsung terhadap perilaku konsumsi masyarakat. Pergeseran pola konsumsi ini lepas dari preferensi kita baik sebagai individu maupun sebagai bangsa – akan menggeser pula permintaan akan produk-produk nasional yang tidak memiliki ciri budaya "internasional". ditinjau dari sisi permintaan, konsumen akan membutuhkan barang dan jasa yang makin beragam serta menuntut jaminan kualitas yang lebih tinggi. Tuntutan konsumen yang makin tinggitersebut mendorong para pelaku ekonomi di dunia industri manufaktur dan jasa untuk menerjemahkan selera konsumen pada satu kepaduan produk (product integrity). Sementara itu, ditinjau dari sisi penawaran, teknologi berperan makin besar, dan mengubah pola produksi, terutama dengan berkembangnya teknologi informasi yang membuka kemungkinan-kemungkinan yang belum terlihat batas-batasnya, konsep desain manufaktur dan perakitan serta rekayasa keteknikan akan mengikuti pola perkembangan konsumsi yang makin terspesialisasi itu.

Faktor nilai (value) akan makin dominan dan merupakan fenomena global karena tidak hanya menitikberatkan pada kualitas, tetapi juga pada ketersediaan waktu (time availibility) dan tingkat limbah (non-value wastes) yang dihasilkan. Pada pasar ekspor, kesempatan untuk memanfaatkan pasar dunia ya ng berkembang karena hilangnya hambatan perdagangan akan makin besar, menurut perkiraan para pakar dilembaga-lembaga multilateral, seperti IMF dan Bank Dunia, negara-negara industri baru dan negara-negara berkembang akan menikmati peningkatan perdagangan lebih besar dibandingkan dengan negara-negara maju, selain merupakan pasar bagi negara-negara industri, negara-negara industri baru dan negara-negara berkembang lainnya juga menjadi pasar yang makin potensial karena proses industrialisasi dan peningkatan daya beli masyarakat.

1. Kondisi Usaha kecil dan Menengah di Indonesia
Usaha kecil kita sudah ada dalam posisi yang tidak terlalu menguntungkan, berbagai data menunjukkan gambaran itu, menurut data BPS pada tahun 1992 terdapat 33,4 juta usaha kecil di Indonesia, yaitu usaha dengan nilai omset kurang dari Rp 1 miliar pertahun, atau 99,8 persen dari jumlah unit usaha (pertengahan Repelita IX) kita akan memasuki perdagangan bebas tingkat negara-negara maju Asia Pasifik (APEC);dan tahun 2020 (dua tahun setelah PJP II) perdagangan bebas di wilayah APEC akan berlaku pula bagi negara-negara berkembang, ketersediaan data statistik usaha kecil di Indonesia masih menjadi kendala sehingga menyebabkan perkembangan kinerja usaha kecil masih sulit dimonitor, sebenarnya masalah keterbatasan data ini tidak hanya dihadapi oleh Indonesia yang memiliki usaha kecil yang sangat besar jumlahnya, tetapi juga dihadapi oleh beberapa negara lainnya, termasuk yang dikelola rumah tangga, pada tahun 1993 jumlahnya meningkat menjadi 34,2 juta unit, namun proporsinya tidak menunjukkan perubahan nyata.

Dari jumlah unit usaha kecil tersebut, sekitar 90 persen diantaranya memiliki omset kurang dari Rp 10 juta per tahun, lebih dari separuhnya bahkan memiliki omset kurang dari Rp 1 juta, dan sebagian besar di antaranya berada di sektor pertanian, meskipun jumlahnya banyak, yaitu 99,8 persen tadi, kontribusi usaha kecil dalam penciptaan nilai tambah dalam tahun 1993 mencapai hanya 38,9 persen dari PDB atau sebesar Rp 128,1 triliun.5 Relatif kecilnya peranan usaha kecil dalam penciptaan nilai tambah itu tampaknya juga dialami oleh berbagai negara berkembang yang lain. Hasil kajian Bank Pembangunan Asia (ADB, 1990) me nunjukkan bahwa kontribusi usaha kecil dan menengah di nega ra-negara sedang berkembang dalam penciptaan nilai tambah rata-rata adalah sekitar 23 persen, sumbangan usaha kecil di sektor pertanian terhadap nilai tambah seluruh usaha kecil mencapai 36,2 persen atau yang terbesar dibandingkan sektor-sektor lainnya.

Sektor pertanian sendiri kontribusi usaha kecil telah jauh melebihi kontribusi usaha menengah dan usaha besar di sektor ini, yaitu sebesar 78,7 persen, data tersebut menggambarkan bahwa usaha tani kecil secara keseluruhan adalah tulang punggung ekonomi rakyat di sektor ini, meskipun secara individual produktivitasnya adalah rendah. Ini ditunjukkan dari kecilnya rata -rata nilai tambah perunit usaha nya, yaitu sebesar Rp 2,1 juta atau di bawah rata-rata produktivitas usaha kecil secara nasional (Rp 3,7 juta), rendahnya produktivitas usaha ini mencerminkan betapa tertinggalnya sektor pertanian dari sektor-sektor lainnya, khusus di sektor industri pengolahan, kontribusi usaha kecil terhadap nilai tambah sector industri tahun 1993 adalah 17,9 persen, meskipun rata -rata produktivitas usahanya mencapai lebih dari dua kali lipat produktivitas di sektor pertanian, data itu menunjukkan bahwa industri menengah dan besar masih menjadi motor pertumbuhan industri nasional.

2. UKM di Negara Selain Indonesia
Sebagai perbandingan peran industri kecil di negara lain dalam pembentukan nilai tambah industri, seperti di Korea Selatan sebesar 8,4 persen pada tahun 1992, di Malaysia sebesar 7,1 persen pada tahun 1988, sedangkan di Singapura hanya sebesar 1,1 persen dari nilai tambah sektor industri tahun 1988, keadaan di Singapura itu tidak begitu mengherankan mengingat kedudukan dan karakteristik perekonomiannya yang unik dan didominasi oleh sektor perdagangan dan jasa yang dilakukan oleh usaha besar.

Keadaan di Korea Selatan juga tidak jauh berbeda dengan di Singapura, tetapi yang menarik dari kasus Korea Selatan adalah lapisan industri menengahnya relatif besar dan kuat sehingga bersama-sama dengan industri kecil telah menjadi tulang punggung industri nasionalnya, yang jumlah usaha kecilnya bahkan lebih sedikit, usaha kecil tersebut tersebar di berbagai sektor antara lain pertanian 21,8juta (63,6 persen), perdagangan 6,0 juta (17,4 persen), industri pengolahan 2,6 juta (7,5 persen), jasa-jasa 1,3 juta (3,9 persen), pengangkutan 1,2 juta (3,5 persen), bangunan 866,2 ribu (2,5 persen), keuangan 382,6 ribu (1,1 persen), pertambangan 90,0 ribu (0,3 persen), dan listrik, gas dan air 20,7 ribu (0,1persen) .

Data perkembangan mengenai peran usaha kecil Indonesia dalam ekspor nasional belum tersedia secara lengkap, namun untuk memberikan gambaran daya saing usaha kecil kita,barangkali perkembangan ekspor hasil industri pengolahan dapat dipakai sebagai ilustrasinya pada tahun 1994 ekspor industri kecil dan menengah kita baru mencapai 11,1 persen dari total ekspor industri pegolahan nonmigas, dan jika dibandingkan dengan total nilai ekspor baru mencapai 6,2 persen atau US$2,5 miliar, di Taiwan usaha kecil dan menengah termasuk industry kecilnya menyumbang 65 persen kepada total nilai ekspor. Sementara itu di Cina kontribusinya mencapai 50 persen; Thailand 50 persen; Vietnam 20 persen; Korea Selatan 42 persen; Hong Kong 17 persen; dan Singapura 17 persen, keadaan itu menunjukkan bahwa daya saing internasional produk usaha kecil kita masih relatif lemah bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya, dalam keadaan yang demikian, proses perubahan yang terjadi baik di pasar dunia maupun di dalam negeri belum tentu akan menguntungkan lapisan usaha kecil, yang terjadi bahkan bisa sebaliknya, usaha kecil bisa makin terdesak dalam persaingan karena posisi persaingan yang tidak seimbang, upaya mengatasi masalah ini harus menjadi hal yang patut dipikirkan pemerintah.

BAB. III
PELUANG UKM DALAM EKONOMI GLOBAL


Sektor UKM diyakini akan tetap menggeliat dan dapat diandalkan sebagai penyerap tenaga kerja, karena memiliki daya tahan menghadapi krisis ekonomi. Sektor usaha tersebut juga cukup liat dan fleksibel, sehingga bisa menjadi pengaman terhadap dampak lebih buruk dari berlangsungnya krisis krisis ekonomi global, perubahan fundamental berkenaan dengan dinamika pembangunan ekonomi nasional itu sendiri, yaitu transformasi struktur perekonomian dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi agraris ke ekonomi industry, proses transformasi ini dengan sendirinya mempengaruhi pula pola produksi dan pola konsumsi masyarakat, proses industrialisasi akan menghasilkan permintaan yang meningkat akan bahan-bahan baku dan barang-barang setengah jadi, serta komponen-komponen bagi industri pada berbagai tahapannya dari hulu sampai ke hilir.

Dengan demikian, permintaan akan berbagai jenis barang bukan hanya meningkat, tetapi makin beragam, di bidang jasa juga terjadi proses yang sama, karena proses transformasi yang sedang terjadi juga menyangkut jasa-jasa, yang akan makin penting perannya dalam struktur ekonomi yang modern, permintaan akan jasa-jasa akan makin besar, baik volume, jenis, maupun kualitasnya, pembangunan ekonomi juga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dan dengan demikian, daya belinya, hal ini berarti pasar domestik akan terus membesar dengan permintaan akan produk-produk yang makin tinggi kualitasnya, makin luas, dan makin banyak macamnya, serta makin canggih teknologinya.

Proses perubahan baik yang terjadi di dalam bangsa kita sendiri, maupun dalam perekonomian dunia, dengan sendirinya tidak berdiri sendiri, tetapi saling terkait, proses perubahan global juga berpengaruh pada proses transformasi struktural dan perkembangan pendapatan masyarakat di dalam negeri, yang menghasilkan dan memberikan kesempatan kepada dunia usaha nasional untuk berkembang dan berkembang dengan kecepatan yang tinggi, karena proses globalisasi itu sendiri bergerak dengan cepat.

Hal-Hal Yang Diperhitungkan Pada Produk Yang Dihasilkana :
a) produk harus sesuai dengan tujuan produksi yang ingin dicapai.
b) produk harus memenuhi kebutuhan pasar riil.
c) fungsi produk harus dapat diandalkan sepanjang masih memenuhi masa keberadaannya (lifetime).
d) produk harus memudahkan konsumen dalam cara pemeliharaannya (maintenance).

Adapaun untuk bisa memanfaatkan kesempatan itu, ada syarat yang harus dipenuhi.diantaranya adalah : Daya saing, dan kewirausahaan (entrepreneurship)

2. Daya Saing
Peluang yang terbuka untuk mengembangkan usaha dalam perekonomian yang makin terbuka dan terintegrasi dengan ekonomi dunia hanya bisa dimanfaatkan kalau dunia usaha kitamemiliki Daya saing pada usaha nasional sudah tidak bisa lagi bersandar pada proteksi untuk pasardalam negeri dan subsidi untuk pasar ekspor, oleh karena itu, peningkatan daya saing harus menjadi agenda utama pembangunan nasional kita, daya saing dihasilkan oleh produktivitasdan efisiensi serta partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya dalam perekonomian. Produktivitas menyangkut kualitas sumber daya manusia dan pemanfaatan teknologi, dan pengelolaan sumber daya alam secara tepat yang menjamin bukan hanya keekonomian tetapi juga kesinambungannya, efisiensi berarti sedikitnya hambatan dan berfungsinya dengan baik ekonomi sehingga mendorong biaya-biaya produksi menjadi serendah mungkin, efisiensi dengan demikian menyangkut berbagai aspek kelembagaan, dan partisipasi masyarakat diperlukan untuk membuat seluas mungkin basis perekonomian sehingga menjadi kukuh dan handal, baik masyarakat sebagai produsen maupun sebagai konsumen.

3. Kewirausahaan (Entrepreneurship)
Berkaitan dengan itu syarat yang kedua, kewirausahaan memerlukan syarat-syarat pengetahuan untuk bisa berusaha dalam dunia perekonomian modern, seperti pengetahuan yang minimal mengenai modal, pasar, mana jemen usaha, teknologi, dan informasi. Namun, lebih mendasar dari itu adalah pengembangan kebudayaan berusaha (business culture). Masyarakat yang tidak memiliki kecenderungan untuk berusaha, sulit untuk maju dan berkembang apalagi bersaing dalam ekonomi pasar yang terintegrasi dengan ekonomi global.Berbagai hal tersebut di atas menggambarkan betapa besarnya peluang yang terbentang di muka kita untuk mendorong berkembangnya dunia usaha nasional sebagai kekuatan utama pembangunan. Namun, kita juga dihadapkan pada tantangan, yang kalau kita tidak bisa atasi, jangan harap kita dapat memanfaatkan peluang-peluang itu, jangankan memasuki pasar ekspor, pasar dalam negeri saja bisa lepas dari tangan kita karena nantinya setelah semua hambatan baik tarif dan nontarif sudah hilang, tidak ada lagi pasar domestik atau pasar internasional, yang ada cuma pasar.


BAB.IV
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM)

Pelaku UKM yang terdiri dari kelompok pengrajin, pengusaha tekstil, pengolah bahan pangan, pedagang eceran sampai asongan telah membuktikan diri sanggup bertahan di masa krisis, pemerintah patut berterima kasih, karena selama ini mereka tidak memberatkan beban anggaran Negara, jika ada UKM yang terlibat kredit macet, maka nilainya tak sebesar utang konglomerat yang telah merusak fundamental ekonomi nasional, karena itu, Indonesia harus bangkit dengan basis ekonomi yang lebih mandiri, adapun upaya yang dapat dilakukan dalam menggairahkan industri dalam negeri adalah memfokuskan terhadap penjualan ke pasar domestic, tingkat konsumsi dalam negeri sangat besar, sehingga kalangan UKM perlu mempertahankan pasar domestik melalui pembuatan produk yang berdaya saing tinggi, untuk itu harus ada strategi yang tepat meliputi aspek-aspek diantaranya :

1. Peningkatan Akses Kepada Aset Produktif
Terutama modal, di samping juga teknologi, manajemen, dan segi-segi lainya yang penting. Hal ini telah banyak dibahas dalam berbagai forum, seminar, kepustaka an dan sebagainya. menyerap 65,9 persen tenaga kerja, menyumbang 45,6 persen dari ekspor industri, menyumbang nilai tambah 47,6 persen dari PDB, dan menguasai 43,9 persen aset nasional. 9 “Fostering Export Development of SMEs Products,” Technonet Asia, 2nd Qtr, 1996. 10 Sebaliknya berbagai studi menunjukkan bahwa banyak usaha besar di negara berkembang, yang sesungguhnya lemah dan tidak mampu mandiri jika tidak ditopang oleh pemerintah, baik dengan dukungan langsung seperti pendanaan, subsidi, dan fasilitas, atau melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan yang menguntungkan mereka.

2. Peningkatan akses pada pasar
Yang meliputi suatu spektrum kegiatan yang luas, mulai dari pencadangan usaha, sampai pada informasi pasar, bantuan produksi, dan prasarana serta sarana pemasaran. Khususnya, bagi usaha kecil di perdesaan, prasarana ekonomi yang dasar dan akan sangat membantu adalah prasarana perhubungan.

3. Peningkatan Mutu SDM
Dalam hal ini pelatihan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berusaha teramat penting, namun, bersamaan dengan atau dalam pelatihan itu penting pula ditanamkan semangat wirausaha, bahkan hal ini harus diperluas dan dimulai sejak dini, dalam sistem pendidikan kita, dalam rangka membangun bangsa Indonesia yang mandiri, yakni bangsa niaga yang maju dan bangsa industri yang tangguh, upaya ini akan memperkuat proses transformasi ekonomi yang sedang berlangsung karena didorong oleh transformasi budaya, yakni modernisasi sistem nilai dalam masyarakat.

4. Kelembagaan dan Dukungan Pemerintah
Kelembagaan ekonomi dalam arti luas adalah pasar. Maka memperkuat pasar adalah penting, tetapi hal itu harus disertai dengan pengendalian agar bekerjanya pasar tidak melenceng dan mengakibatkan melebarnya kesenjangan. Untuk itu diperlukan intervensi-intervensi yang tepat, yang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah yang mendasar dalam suatu ekonomi bebas, tetapi tetap menjamin tercapainya pemerataan sosial (social equity). Untuk itu, memang diperlukan pranata -pranata yang dirancang secara tepat dan digunakan secara tepat pula. Di antaranya adalah peraturan perundangan yang mendorong dan menjamin berkembangnya lapisan usaha kecil sehingga perannya dalam perekonomian menjadi bukan hanya besar, tetapi lebih kukuh. Dengan Undang-undang tentang Usaha Kecil Tahun 1995, dan Undangundang tentang Perkoperasian Tahun 1992, sesungguhnya aturan dasar itu telah kita miliki. Kedua undang-undang itu telah mengatur pencadangan dan perlindungan usaha serta menyiapkan strategi pembinaan usaha kecil termasuk koperasi. Demikian pula telah ada berbagai kebijaksanaan, baik makro seperti dalam bidang moneter mengenai perkreditan, maupun sektoral termasuk berbagai program pemberdayaan ekonomi rakyat. Untuk pengadaan pemerintah melalui APBN, APBD, dan anggaran BUMN juga telah ditetapkan pengutamaan penggunaan produksi barang dan jasa usaha kecil pada skala-skala tertentu.Semuanya itu tinggal dimantapkan. Undang-undang yang telah ada harus dilengkapi dengan peraturan-peraturan pelaksanaannya dan dilaks anakan dengan konsekuen dan sepenuh hati, di beberapa negara maju seperti Jepang dan Italia, perhatian pemerintah terhadap perkembangan UKM sangat besar. Dukungan terhadap UKM terbukti memperkokoh sistem perekonomian mereka. Hal itu dapat dilihat dari sedikitnya pengaruh krisis ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi kedua negara.

5. Kemitraan usaha.
Kemitraan usaha merupakan jalur yang penting dan strategis bagi pengembangan usaha ekonomi rakyat. Kemitraan telah terbukti berhasil diterapkan di negara-negara lain, sepeti keempat macan Asia, yaitu Taiwan, Hongkong, Singapore, dan Korea Selatan, dan menguntungkan pada perkembangan ekonomi dan industrialisasi mereka yang teramat cepat itu. Dengan pola backward linkages akan terkait erat usaha besar dengan usaha menengah dan kecil, serta usaha asing (PMA) dengan usaha kecil lokal. Salah satu pola kemitraan yang juga akan besar artinya bagi pengembangan usaha kecil jika diterapkan secara meluas adalah pola subkontrak (sub-contracting), yang memberikan kepada industri kecil dan menengah peran sebagai pemasok bahan baku dan komponen, serta peran dalam pendistribusian produk usaha besar. Kemitraan, seperti sudah sering saya kemukakan dalam berbagai kesempatan, bukanlah penguasaan yang satu atas yang lain, khususnya yang besar atas yang kecil. Kemitraan harus menjamin kemandirian pihak-pihak yang bermitra, karena kemitraan bukan merger atau akuisisi.

Untuk dapat berjalan secara berkesinambungan (sustainable), kemitraan harus merupakan konsep, ekonomi, dan karenanya menguntungkan semua pihak yang bermitra, dan bukan konsep sosial atau kedermawanan, Kemitraan jelas menguntungkan yang kecil, karena dapat turut mengambil manfaat dari pasar, modal, teknologi, kewirausahaan, dan manajemen yang dikuasai oleh usaha besar. Akan tetapi, kemitraan juga menguntungkan bagi yang besar karena dapat memberikan fleksibilitas dan kelincahan, di samping menjawab masalah yang sering diha dapi oleh usaha -usaha besar yang disebut diseconomies of scale. Kemitraan dengan demikian dapat meningkatkan daya saing baik bagi usaha besar maupun usaha kecil. Dengan kemitraan bisa dikendalikan gejala monopoli, tetapi tetap diperoleh efisiensi dan sinergi sumber daya yang dimiliki oleh pihak-pihak yang bermitra.


Kemitraan dengan pembiayaan dari perbankkan dan koprasi sangat diperlukan karena akan saling membantu dan membutuhkan satu sama lainya dalam hal pemberian kredit untuk tambahan modal usaha dengan kemudahan dan tidak dipersulit karena ada jaminan dari pemerintah, serta yang diharapkan oleh pelaku usaha kecil dan menengah adalah dana pinjman modal yang tidak memberatkan agar usaha dari pengusaha kecil dan menengah akan tetap bertahan dalam masa krisis .

Upaya itu harus dilandasi oleh strategi penguatan dan pemberdayaan, yang tujuannya adalah selain memampukan juga memandirikan lapisan pengusaha kecil. Dari pengalaman negara-negara lain, kita ketahui bahwa kecil tidak harus berarti lemah, dan besar tidak harus berarti kuat. Oleh karena itu, ada peluang besar bagi kita untuk membuat lapisan usaha kecil itu menjadi kuat dan bahkan bersama dengan usaha menengah yang lahir dari usaha kecil yang maju dan bisa menerobos lingkaran “kekecilannya”, menjadi tulang punggung dunia usaha nasional dan dengan demikian menjadi tulang punggung perekonomian nasional yang tangguh dan handal.


BAB. V
KESIMPULAN

Perubahan fundamental ekonomi dari dalam maupun dari luar negeri membuat ancaman sekaligus peluang bagi kelompok usaha kecil dan menengah.perubahan yang memungkinkan persaingan pasar yang semakin luas dan penetrasi pelaku usaha lain (Baca: Pengusaha Besar) di segmen pasar usaha kecil dan menengah semakin membuat semakin terjepit posisinya, akan tetapi ini justru menjadi tantangan bagi pelaku usaha kecil dan menengah untuk meningkatkan diri sehingga memiliki daya saing yang kuat dengan pelaku usaha lainnya, harus ada kemauan kuat untuk memajukan usaha kecil dan menengah dari berbagai pihak termasuk dari pelaku UKM sendiri, dan juga diperlukan langkah-langkah kongkrit untuk meningkatkan daya saing usaha kecil dan menengah, keberhasilan usaha kecil dan menengah di pasar modern perlu kerja keras dengan melakukan adaptasi dengan perubahan-perubahan yang ada.

Contoh penetrasi Pengusaha besar memasuki segmen Pasar Usaha Kecil dan Menengah adalah munculnya Supermarket, Minimarket, Hypermart dan sejenisny, (Produk buah-buahan dan sayuran) yang selama ini menjadi lahan bagi (UKM) melalui pasar tradisional semakin tergusur oleh kehadiran mereka, perlahan namun pasti konsumen akan segera beralih karena menawarkan produk yang lebih baik dan kemasan yang lebih menawan, cara berfikir One Stop Shooping menjadikan konsumen memilih berbelanja di tempat ini, pasar Tradisional yang menjadi basis pedagang dalam usaha kecil dan menengah tidak dipilih lagi oleh pembeli karena lokasinya yang biasanya.



Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal sebagai penguatan sektor UKM yang terbukti telah memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional, memacu kinerja kelompok pengrajin, pengusaha tekstil, pengolah bahan pangan, pedagang eceran sampai asongan yang sanggup bertahan di masa krisis, agar ekonomi Indonesia bangkit dengan basis yang lebih mandiri, keberpihakan pada pengembangan sektor UKM harus dijadikan acuan dalam memulihkan dan membangkitkan kembali perekonomian nasional, untuk itu perlu diperhatikan lima sumberdaya pokok yang saling terkait dan harus dikelola secara integral, yaitu: sumberdaya material, sumberdaya manusia, sumberdaya finansial, sumberdaya teknologi, dan sumberdaya informasi, kelima faktor yang menentukan berkembang tidaknya sebuah usaha dan pengembangan sektor UKM bertumpu pada mekanisme pasar yang sehat dan adil.



posting :2009-2010
Harian kompas ‘ Ubah pola pembiayaan” rabu, 12 Januari 2010
www.ydba.astra.co.id/uploads/Edisi54.Mencari Solusi untuk Lebih Memperkuat KM
.regional.kompas.com/.../berkat.ukm.indonesia.tahan.krisis.ekonomi