Selasa, 11 Januari 2011

kota ngawi

. ASAL- USUL NAMA NGAWI


Nama ngawi berasal dari “awi” atau “bambu” yang selanjutnya mendapat tambahan huruf sengau “ng” menjadi “ngawi”. Apabila diperhatikan, di Indonesia khususnya jawa, banyak sekali nama-nama tempat (desa) yang dikaitkan dengan flora, seperti : Ciawi, Waringin Pitu, Pelem, Pakis, Manggis dan lain-lain.

Demikian pula halnya dengan ngawi yang berasal dari “awi” menunjukkan suatu tempat yaitu sekitar pinggir ”Bengawan Solo” dan ”Bengawan Madiun” yang banyak tumbuh pohon “awi”. Tumbuhan “awi” atau “bambu” mempunyai arti yang sangat bernilai, yaitu :

1. Dalam kehidupan sehari-hari Bambu bagi masyarakat desa mempunyai peranan penting apalagi dalam masa pembangunan ini.
2. Dalam Agama Budha , hutan bambu merupakan tempat suci :
- Raja Ajatasatru setelah memeluk agama Budha, ia menghadiahkan sebuah ” hutan yang penuh dengan tumbuh-tumbuhan bambu” kepada sang Budha Gautama.

- Candi Ngawen dan Candi Mendut yang disebut sebagai Wenu Wana Mandira atau Candi Hutan Bambu (Temple Of The Bamboo Grove), keduanya merupakan bangunan suci Agama Budha.

3. Pohon Bambu dalam Karya Sastra yang indah juga mampu menimbulkan inspirasi pengandaian yang menggetarkan jiwa.

Dalam Kakawin Siwara Trikalpa karya Pujangga Majapahit ”Empu Tanakung” disebut pada canto (Nyanyian) 6 Bait 1 dan 2, yang apabila diterjemahkan dalam bahasa indonesia, lebih kurang mempunyai arti sebagai berikut :
- Kemudian menjadi siang dan matahari menghalau kabut, semua kayu-kayuan yang indah gemulai mulai terbuka, burung-burung gembira diatas dahan saling bersaut – sautan bagaikan pertemuan Ahli Kebatinan (Esoteric Truth) saling berdebat.

- Saling bercinta bagaikan kayu – kayuan yang sedang berbunga, pohon bambu membuka kainnya dan tanaman Jangga saling berpelukan serta menghisap sari bunga Rara Malayu, bergerak-gerak mendesah, Pohon Bambu saling berciuman dangan mesranya.

4. ”awi” atau ”bambu” dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia mempunyai nilai sejarah, yaitu dalam bentuk ”bambu runcing” yang menjadi salah satu senjata untuk melawan dan mengusir penjajah yang tenyata senjata dari ”bambu” ini ditakuti dari pihak lawan (digambarkan yang ”terkena” akan menderita sakit cukup lama dan ngeri).

Pada masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia ini ada juga ”bambu runcing” yang dikenal dan disebut dengan ”Geranggang Parakan”. Dengan demikian jelaslah bahwa ”ngawi” berasal dari ”awi” atau ”bambu”, Sekaligus menunjukkan lokasi Ngawi sebagai ”desa” di pinggir Bengawan Solo dan Bengawan Madiun.

B. PENETAPAN HARI JADI NGAWI
Berdasarkan penelitian benda-benda kuno, menunjukkan bahwa di Ngawi telah berlangsung suatu aktifitas keagamaan sejak pemerintahan Airlangga dan rupanya masih tetap bertahan hingga masa akhir Pemerintahan Raja Majapahit. Fragmen-fragmen Percandian menunjukkan sifat kesiwaan yang erat hubungannya dengan pemujaan Gunung Lawu (Girindra), namun dalam perjalanan selanjutnya terjadi pergeseran oleh pengaruh masuknya Agama Islam serta kebudayaan yang dibawa Bangsa Eropa khususnya belanda yang cukup lama menguasai pemerintahan di Indonesia, disamping itu Ngawi sejak jaman prasejarah mempunyai peranan penting dalam lalu lintas (memiliki posisi Geostrategis yang sangat penting).

Dari 44 desa penambangan yang mampu berkembang terus dan berhasil meningkatkan statusnya menjadi Kabupaten Ngawi sampai dengan sekarang.
Penelitian terhadap peninggalan benda-benda kuno dan dokumen sejarah menunjukkan beberapa status Ngawi dalam perjalanan sejarahnya :

1. Ngawi sebagai Daerah Swatantra dan Naditira pradesa, pada jaman Pemerintahan Raja Hayam Wuruk (Majapahit) tepatnya tanggal 7 Juli 1358 Masehi, (tersebut dalam Prasati Canggu yang berangka Tahun Saka 1280)

2. Ngawi sebagai Daerah Narawita Sultan Yogyakarta dengan Palungguh Bupati – Wedono Monconegoro Wetan, tepatnya tanggal 10 Nopember 1828 M (tersebut dalam surat Piagam Sultan Hamengkubuwono V tertanggal 2 Jumadil awal 1756 AJ).

3. Ngawi sebagai Onder-Regentschap yang dikepalai oleh Onder Regent (Bupati Anom) Raden Ngabehi Sumodigdo, tepatnya tertanggal 31 Agustus 1830 M.

Nama Van Den Bosch berkaitan dengan nama ”Benteng Van Den Bosch Di Ngawi, yang dibangun pada Tahun 1839 – 1845 untuk menghadapi kelanjutan Perjuangan Perlawanan dan serangan rakyat terhadap penjajah, diantaranya di ngawi yang dipimpin oleh Wirotani, salah satu pengikut Pangeran Diponegoro. Hal ini dapat diketahui dari buku ”De Java Oorlog” karangan Pjf. Louw Jilid I Tahun 1894 dengan sebutan (menurut sebutan dari penjajah) : ”Tentang Pemberontakan Wirotani di Ngawi”. Bersamaan dengan ketetapan ngawi sebagai Onder – Regentschap telah ditetapkan pembentukan 8 regentschap atau Kabupaten dalam wilayah Ex. Karesidenan Madiun akan tetapi hanya 2 regentschap saja yang mampu bertahan dan berstatus sebagai Kabupaten yaitu Kabupaten Madiun dan Kabupaten Magetan. Adapun Ngawi yang berstatus sebagai Onder – Regentschap dinaikkan menjadi regentschap atau kabupaten, karena disamping letak geografisnya sangat menguntungkan juga memiliki potensi ynag cukup memadai.

4. Ngawi sebagai regentschap yang dikepalai oleh Regent Atau Bupati Raden Adipati Kertonegoro pada tahun 1834 (Almanak Naam Den Gregoriaanschen Stijl, Vor Het Jaar Na De Geboorte Van Jezus Christus,1834 Halaman 31)
Dari hasil penelitian tersebut di atas, apabila hari jadi ngawi ditetapkan pada saat berdirinya Onder – Regentschap pada tanggal 31 Agustus 1830 berarti akan memperingati berdirinya pemerintahan penjajahan di Ngawi, dan tidak mengakui kenyataan statusnya yang sudah ada sebelum masa penjajahan.

Dari penelusuran 4 (empat) status Ngawi di atas, Prasati Canggu yang merupakan sumber data tertua, digunakan sebagai penetapan hari jadi ngawi, yaitu pada tahun 1280 Saka atau pada tanggal 8 hari Sabtu Legi Bulan Rajab Tahun 1280 Saka, tepatnya pada tanggal 7 Juli 1358 Masehi (berdasarkan perhitungan menurut Lc. Damais) dengan status ngawi sebagai Daerah Swatantra dan Naditira Pradesa.

Sesuai dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ngawi dalam Surat Keputusannya Nomor 188.170/34/1986 tanggal 31 Desember 1986 tentang Persetujuan Terhadap Usulan Penetapan Hari Jadi Ngawi maka berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Ngawi Nomor 04 Tahun 1987 tanggal 14 Januari 1987, Tanggal 7 Juli 1358 Masehi Ditetapkan Sebagai ”Hari Jadi Ngawi”.

sumber : Balitbangda Ngawi
kotangawi.com/sejarah-ngawi/
« Abdurrahman bin ‘AufAbu Ayub Al-Anshari »27Apr

Sultan Hasanuddin
Posted April 27, 2010 by kikhiesilveria in Uncategorized. Leave a Comment

Sultan Hasanuddin

Meski bukan putra mahkota, karena bukan “Anak Pattola”, Hasanuddin lebih menonjol daripada sau­daranya yang berstatus putra mahkota. la berbadan kekar, kuat, tampan, cerdas, dan berbudi luhur. Dalam usia 20 tahun ia dipercaya ayahnya, Sultan Malikussaid, men­jadi duta untuk membina hubung­an yang harmonis antara Kerajaan Gowa dan kerajaan-kerajaan yang bersahabat atau yang tunduk kepada Kerajaan Gowa.

Saat itu, Makassar telah ber­hubungan dengan Gubemur Spa­nyol di Manila, raja muda Portugis di Gowa, syarif Mekah, dan lain-lain. Selain menjadi panglima besar Angkatan Perang Kerajaan Gowa, Hasanuddin juga aktif ber­dakwah di kalangan kaum muda. Tak aneh bila unsur agama Islam sangat mempengaruhi sikapnya terhadap Belanda.
Sesuai dengan amanat ayah­nya, yang didukung pembesar-­pembesar kerajaan, dalam usia 22 tahun Hasanuddin diangkat men­jadi sultan Gowa, segera setelah ayahnya wafat pada 1653 M. De­ngan demikian ia adalah raja ke­16 Kerajaan Gowa (Makassar), atau sultan ketiga setelah kerajaan itu menjadi kesultanan Islam. Hasanuddin lahir pada 1631. la diberi sejumlah nama dan gelar, yaitu Makassar, Mallombasi, Muhammad Baqir, Daeng Mattawang, Karaeng Bontomangape, Sultan Hasunuddin, dan Tumanenga ri Balla’ Pang­kana.

sebagai sultan, Hasanuddin memiliki tekad yang kuat untuk mematahkan upaya Kompeni Belanda memperluas kekuasaan­nya di Nusantara. la menghimpun segenap kekuatan dari daerah-daerah taklukan, seperti Wajo, Bone, Soppeng, dan Bonthain, serta Kerajaan Manadou atau Manandau di Sulawesi Utara. Itu sebabnya, Islam masuk Sulut dengan damai. Pada 1660, Islam juga memasuki Bolaang Mangandow. Mereka bersatu padu di bawah panji Kerajaan Gowa, yang berpusat di Sombaopu, 9 km selatan Ujungpandang.

Langkah awalnya, membuat Makassar menjadi bandar yang besar. Caranya, dengan menguasai kawasan di sekitarnya, seperti Sumba, Sumbawa, Flores, Seram, Solor, Buru, Manado, dan Sangir Talaud. Dengan demikian, semua pedagang hanya akan berlabuh di Makassar bila mengarungi perairan di sana. Dengan Kerajaan Banten, Malaka, dan Maluku, dibuat perjanjian damai untuk menggalang kekuatan menghadapi musuh dari luar. Alhasil, Makassar mencapai zaman keemasan. Para pedagang Makassar dan Bugis bebas berusaha ke seluruh pelabuhan Nusantara tanpa perlu merasa cemas.

Kondisi itu membuat Belanda kesal. Mereka, yang merindukan monopoli dagang di Indonesia Timur, hanya dapat melihat kebebasan yang digelar Hasanuddin itu dengan gigit jari. Bibit-bibit ketegangan mulai muncul ke permukaan berupa insiden yang berlangsung sekitar tahun 1653-1655 di perairan Maluku dan Buton.

Hasanuddin sangat membantu per­juangan rakyat Maluku yang sudah lama menderita akibat kekejaman aksi hongi Belanda. Pada 1653 ia mengirim sekitar 100 perahu pasukan menuju Maluku, tapi tidak berjumpa dengan armada Belanda, yang temyata sudah berada di sekitar Pulau Buton. Armada Gowa segera berbalik menuju Buton, dan terjadilah pertempuran sengit yang berakhir imbang. Pada 28 Desember 1655 tercapai persetujuan dalam beberapa hal. Namun Hasanuddin merasa dirugikan, karena di dalamnya terdapat ketentuan bahwa Belanda boleh menangkap orang Makassar di perairan Maluku.

Sultan Hasanuddin tetap melanjutkan upaya dengan mendirikan Benteng Laha di Amboina, tapi benteng itu bisa dihancurkan Belanda pada 1655, dan Kompeni mengusir orang-orang Gowa dari sana. Tapi Hasa­nuddin membalas dengan menyerang Buton dan mengusir orang-orang Belanda yang ditempatkan di situ. Ketegangan ini bisa diredam oleh Van der Beck dengan perun­dingan pada 1656.

Pada 1660, armada Hasanuddin berhasil memenangkan pertempuran dengan ar­mada Portugis di perairan Makassar, namun harus dibayar dengan terkurasnya tenaga mereka. Hal ini dimanfaatkan Belanda dengan menyerang benteng-benteng Kerajaan Gowa. Sehingga, meski bertahan dengan kuat, bobol juga pertahanan Gowa, termasuk Benteng Pannakukang. Kenya­taan itu memaksa Hasanuddin menerima ajakan berunding di Jakarta yang mengha­silkan 25 butir kesepakatan yang merugikan Gowa sebagai pihak yang kalah.

Namun, bukan Hasanuddin bila menye­rah begitu saja. la menghimpun kekuatan baru yang terdiri dari orang-orang Makas­sar, Bugis, Bone, Soppeng dan lain-lain un­tuk membangun dan memperkukuh Benteng Sombaopu, Ujungpandang, Ujung Tanah di utara, Garasi, Pannakukang, dan Barombong di selatan. Aru Palaka dari Bone, yang ingin lepas dari Gowa, dikalahkan Hasanuddin. Aru Palaka akhirnya membantu Belanda ketika pecah perang dahsyat di Gowa antara tentara Hasanuddin dan Belanda. Dan inilah awal kekalahan Hasanuddin. Pusat perbe­kalan tentara Hasanuddin di sepanjang Pantai Bataeng dapat dimusnahkan Belanda. Akibatnya, meski mereka bertahan mati­-matian, tak urung pil pahit harus ditelan juga.

Pukulan yang mematikan bagi Hasa­nuddin justru datang dari Aru Palaka. Dengan bantuan Belanda, bangsawan Bone ini menyerang melalui jalan darat, Bone, Panju, Bataeng, Jeneponto, dan sasaran utamanya Benteng Sombaopu. Peristiwa ini disebut Perang Gowa (1666­1667) dan membuka perundingan Bongaya pada 18 November 1667, menyudutkan Hasanuddin. Dengan ber­bekal Benteng Sombaopu, Hasanuddin masih mampu mengangkat senjata, dan meletuslah perang hebat pada 12 April 1668. Benteng Sombaopu baru benar-benar jatuh ke tangan Belanda pada 24 Juni 1669 dan memaksa Hasanuddin menyerahkan takh­tanya kepada Amir Hamzah, alias I Mappa­somba Daeng Nguraga, putranya. Sejak itu, Makassar berada di bahah kekuasaan VOC dan menyebarlah pengaruh Batavia di bagian timur Indonesia.

Tapi, rakyat Makassar meneruskan perjuangan Hasanuddin dengan perlawan­an gerilya hingga tak sedikit jatuh korban Atau melarikan diri ke Jawa Timur, bergabung dengan Trunojoyo, atau ke Banten, bergabung dengan Sultan Abdul Fattah atau Sultan Agung Tirtayasa.Meski tidak pesat, per­kembangan Islam di Sula­wesi Utara cukup mantap, kecuali di Minahasa. Ketika raja-raja Bolaang Mangon­dow masuk Islam, mereka tetap menggunakan nama aslinya, seperti Ismail Cor­nellis Manoppo, Jacobus Manuel Manoppo, dan lain-lain.

Kerajaan Gowa mem­bentangkan jalur politik dan ekonomi ke selatan melalui Sumbawa, Sumba, Flores, Timor, NTB, dan NTT.

Belum setahun sejak pe­nyerahan kekuasaan, Hasanuddin mengembuskan napas terakhir, tepatnya pada 12 Juni 1670, dalam usia 40 tahun. Seorang pahlawan bangsa yang bertabur kisah-kisah perang telah tiada.

Pada 1973, pemerintah memberi gelar Pahlawan Nasional kepada Hasanuddin, yang oleh Belanda dijuluki “Ayam Jantan dari Timur” (Haantjes van Het Oosten) itu. Namanya kemudian diabadikan untuk lem­baga pendidikan tinggi di daerah kekuasaan­nya, Universitas Hasanuddin.

kelakarpena.wordpress.com/2010/04/27/30/

antara sultan hasanuddin dan aru palaka

09 Januari 1993


Menghapus sebutan penghianat

CAP sudah melekat pada namanya selama bertahun-tahun: pengkhianat bangsa. Itu gara-gara Aru Palaka, raja Bone (1667-1672), bersekutu dengan VOC menghancurkan Kerajaan Goa, yang dipimpin Sultan Hasanuddin. Tapi, betulkah Aru Palaka yang hingga kini diagung-agungkan masyarakat Bugis itu seorang antek penjajah, sebagaimana tertulis dalam buku- buku pelajaran sejarah di sekolah? Sebuah seminar dua hari di Watampone, Sulawesi Selatan, pekan lalu mencoba menelusuri kontroversi itu. Aru Palaka, menurut buku sejarah di sekolah, adalah seorang bangsawan dari Bone. Ia lahir pada zaman kerajaan-kerajaan lokal sedang bersaing mempertahankan keberadaannya. Aru Palaka terbuka matanya melihat penderitaan rakyat Bone di bawah kekuasaan Kerajaan Makassar (Goa-Tallo) yang dipimpin Raja Hasanuddin. Ribuan orang Bone dipaksa bekerja rodi membangun parit di benteng-benteng pertahanan Goa untuk menghadapi serbuan Kompeni. Antipati Aru Palaka pada Kerajaan Goa memuncak karena ayah dan pamannya dibunuh tentara Goa. Ia dan sekitar 400 pengikutnya terpaksa lari dan minta suaka ke Buton setelah Kerajaan Bone diserbu Makassar. Dendam inilah yang mendorong Aru Palaka -- walau bukan putra mahkota Bone -- berambisi menjadi raja dengan memerdekakan Kerajaan Bone dari kekuasaan Goa. Langkah pertama, Aru Palaka yang digambarkan berbadan tegap dan menyelipkan pedang di pinggangnya berlayar ke Batavia untuk menjalin kerja sama dengan Belanda. Aru Palaka dan anak buahnya kemudian memperkuat armada Cornelis Speelman yang bertolak dari Batavia untuk menggempur Kerajaan Goa. Lewat Perang Makassar itu, Aru Palaka berhasil memerdekakan Bone. Sultan Bone yang ditahan Hasanuddin pun dibebaskan. Dan cita-citanya kesampaian setelah Sultan Bone menyerahkan mahkotanya kepada Aru Palaka. Perang yang berlangsung setahun itu (1666-1667) berakhir dengan Perjanjian Bongaya. Hasilnya, Kerajaan Makassar harus melepaskan hak monopoli perdagangan kepada Kompeni dan memberikan kemerdekan bagi kerajaan-kerajaan yang pernah dikuasainya seperti Bone, Sopeng, dan Luwu. Namun, interpretasi sejarah Aru Palaka seperti itu dinilai beberapa sejarawan sendiri kurang tepat.

Dalam seminar itu sejarawan Abdurahman Soerjomihardjo, misalnya, mengungkapkan telah terjadi anakronisme dalam penulisan sejarah Perang Makassar. Para penulis sejarah telah melakukan tafsiran yang tak sesuai dengan ruang dan waktu peristiwanya. Dalam sejarah Perang Makassar itu, kata ahli sejarah dari LIPI itu, konflik Kerajaan Bone dan Goa tak lepas dari persaingan kepentingan para aktor yang terlibat seperti Hasanuddin, Aru Palaka, dan Speelman. Faktanya, katanya, Goa atau Bone, seperti halnya kerajaan lain yang kini bergabung dalam wilayah Indonesia, adalah negara merdeka. Bone mau merdeka dari penjajahan Goa, dan Belanda mau merebut monopoli perdagangan laut dari tangan Goa.

Dalam konteks zaman itu, strategi politik Aru Palaka yang beraliansi dengan Kompeni untuk meraih kemerdekaan bisa dipahami. Belanda adalah kekuatan yang bisa diandalkan, dan sama-sama memusuhi Kerajaan Goa. ''Yang terpenting adalah bagaimana dia bisa menjawab tantangan kala itu secara tepat. Toh waktu itu belum ada konsep wawasan nusantara,'' kata Anhar, seorang peneliti dari Lemhanas. Dalam perkembangan selanjutnya, setelah Bone merdeka, Aru Palaka toh tak lagi ingin membalas dendam rakyat Bugis atas perlakuan Kerajaan Makassar sebelumnya. Bahkan, Aru Palaka setelah diangkat menjadi raja Bone pun, dan menjadi ''koordinator'' kerajaan- kerajaan di Sulawesi Selatan, tak memanfaatkan kesempatan untuk memperluas wilayah kerajaannya. Aru Palaka, seperti terungkap dalam seminar itu, beberapa kali melakukan pembangkangan terhadap Belanda.

Meski begitu, masih banyak soal yang belum bisa dituntaskan selama dua hari berseminar. Ada pertanyaan yang mengganggu: Betulkah kerja sama itu sejajar? Dan siapa yang membantu menjatuhkan Goa? ''Kalau ternyata Aru Palakalah yang membatu Belanda menjatuhkan Goa, artinya ia antek Belanda. Tapi bisa juga sebaliknya. Ia yang punya inisiatif, dan dibantu Belanda yang punya motif ekonomi,'' kata Anhar. Yang tak kalah penting adalah pertanyaan yang dilontarkan peserta lain, Mukhlis. ''Mengapa di saat kerajaan-kerajaan lokal perang melawan kekuatan asing justru ia bermesraan de- ngan Belanda?'' katanya. Apalagi, tambahnya, kerja sama itu telah menghancurkan tatanan sosial ekonomi yang dibangun Kerajaan Goa. Perkembangan ilmu pengetahuan seperti astronomi dan persenjataan mandek setelah Goa jatuh. Sebuah harga yang mahal untuk penghancuran Sultan Hasanuddin, seorang tokoh yang dikenal sebagai ''Ayam Jantan dari Timur'' itu. Seminar ini memang tak menggugat kepahlawanan Sultan Hasanuddin sendiri, yang disebut gigih melawan Kompeni. Na- mun, sempat para peserta seminar -- sebagian besar orang Bugis -- kelewat menggebu mengangkat tokoh Aru Palaka. Sampai-sampai ada yang mengusulkannya menjadi pahlawan nasional. Tentu tuntutan itu masih jauh untuk disetujui. Tapi, lumayan pula hasilnya, karena dalam seminar itu disepakati soal penghapusan sebutan pengkhianat yang melekat pada Aru Palaka. Dan lagi, tampaknya seminar itu juga membuka mata para pakar sejarah agar berani mempertanyakan kembali berbagai peris- tiwa yang tercatat dalam sejarah yang resmi selama ini. Ardian Taufik Gesuri (Watampone)

majalah.tempointeraktif.com/.../mbm.19930109.ILT6108.id.html (12/1/2011

PERANG SULTAN HASANUDDIN

perang sultan hasanuddin

Konfrontasi antara kekuasaan Hasanuddin dengan Belanda telah berjalan agak lama, yaitu sejak Hasanuddin mampu menyatukan semua sultan-sultan Makasar dan Bugis di bawah satu panji-panji Islam. Kesatuan ini menumbuhkan kekuatan yang dapat menyaingi kekuatan Belanda di laut Jawa dan bahkan di laut Maluku dalam perdagangan rempah-rempah.

Konfrontasi Belanda-Hasanuddin menyulut perang terbuka di antara kedua kekuatan tersebut. Pada tahun 1633, Belanda mengepung pelabuhan Makasar dengan jalan blokade dan sabotase, tetapi sia-sia. Sebab kekuatan pasukan Sultan Hasanuddin mampu mendobrak blokade itu dan mematahkan semua sabotase yang dilakukan Belanda. Kegagalan ini mendorong pihak Belanda mengadakan damai dengan Sultan.

Kemudian pada tahnn 1654 sekali lagi Belanda-Kristen mengerahkan armadanya  yang besar untuk menyerang Makasar. Pertempuran berkobar dengan dahsyat, tetapi berkat keberanian tentara Islam Hasanuddin berhasil memukul mundur dan memporak-perandakan armada Belanda-Kristen. Dan untuk kesekian kalinya Belanda mengajak damai dengan Sultan. dari kegagalan penyerangan yang kedua ini, Belanda mempelajari dengan sungguh-sungguh tentang kondisi psikologis dan politik Kesultanan asanuddin. Akhir-nya didapatkan bahwa kekuasaan Sultan Hasanuddin Makasar sangat tidak disenangi oleh sultan-sultan bawahannya dari Bugis. Ketidak-senangan ini diperguna-kan sebaik-baiknya oleh Belanda dengan jalan meng-undang Aru Palaka, Sultan Bugis di Bone untuk datang ke Batavia dalam rangka kerjasama, politik dan militer. Pertemuan antara Aru Palaka dengan Gubernur Jenderal Brouwer menghasilkan perjanjian kerjasama politik--militer, yaitu Aru Palaka dan Belanda akan bersama-sama menyerang makasar; dan jika serangan ini berhasil mengalahkan Makasar, maka Aru Palaka akan diangkat menjadi Sultan Bugis di Bone secara penuh dan bersahabat hanya dengan Belanda.


Pada tahun 1666 armada laut Belanda yang berkekuatan 20 buah kapal dengan prajurit 600 orang, dibawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman menyerang pasukan Makasar dari laut dan pasukan Aru Palaka Bone yang dipersenjatai oleh Belanda menyerang dari arah darat melalui Sopeng. Menghadapi serangan
dari dua jurusan pasukan Sultan Hasanuddin bertekad bulat untuk mati syahid, mempertahankan Islam dan ke-hormatan kaum muslimin. Pertempuran dahsyat terjadi, perang tanding antara pasukan Makasar dengan pasukan Aru Palaka berjalan sangat mengerikan dan pasukan Belanda secara gencar menembakkan meriam-meriamnya dari laut, sehingga korban berjatuhan tak terhingga banyaknya, terutama di pihak pasukan Makasar.

Dalam kondisi yang demikian, Sultan Hasanuddin mengundurkan pasukannya sambil melakukan konsolidasi yang lebih baik. Setelah konsolidasi dilakukan, per-tempuran dimulai lagi dengan penuh semangat mati syahid. Tetapi karena kekuatan tak seimbang, baik dalam bentuk jumlah pasukan maupun persenjataan, akhirnya pada tahun 1667 menyerahlah Sultan Hasanuddin. Penyerahan Sultan ini tertuang dalam "Perjanjian Bongaya".

Dalam isi perjanjian ini disebutkan bahwa daerah-daerah taklukan Sultan Hasanuddin seperti Ternate, Sumbawa dan Buton kepada Belanda. Aru Palaka menjadi Sultan di Bone dengan daerah yang lebih luas dan senantiasa dalam perlindungan Belanda. Sedangkan Sultan Hasanuddin hanya memperoleh daerah
Goa dan kota Makasar saja.

Kekalahan Makasar ini, mengakibatkan banyak di antara para pejuang dan panglima pasukan Sultan Hasanuddin ini yang berhijrah ke Jawa, seperti Kraeng Galesung dengan pasukannya yang menggabungkan diri dengan Trunojoyo di Jawa Timur dan sebagian lagi dibawah seorang ulama besar Syekh Yusuf benggabung-kan diri dengan pasukan Sultan Ageng Tirtayasa di Banten dalam melawan Belanda. [Abdul Qadir Djaelani]


----- End of forwarded message from aqd@mifinca.com -----

INDONESIA-L - http://www.indopubs.com/archives
INDONESIA-NEWS - http://www.indopubs.com/parchives
INDONESIA-VIEWS - http://www.indopubs.com/varchives
SEARCH CURRENT POSTINGS - http://www.indopubs.com/search.html
RETURN TO Mailing List Center - http://www.indopubs.com/
Lifetime _email_ subscription to all 3 lists now available for a one-time
donation of US$250 to support Indonesia Publications' online projects.
Email apakabar@radix.net to make all arrangements.
www.hamline.edu/apakabar/basisdata/2000/01/2314.html

sejarah

Senin, 10 Januari 2011

Jangan Tinggalkan Sarapan Bila Tak Ingin Botak

Selasa, 11/01/2011 10:38 WIB


Jangan Tinggalkan Sarapan Bila Tak Ingin Botak

Merry Wahyuningsih - detikHealth

(Foto: thinkstock)Jakarta, Berbagai cara dilakukan orang untuk mencegah kerontokan rambut dan kebotakan. Tapi para ahli merekomendasikan beberapa cara sederhana bila Anda tak ingin botak, yaitu makan kacang dan jangan tinggalkan sarapan.

Kabar baik bagi pria yang takut botak bahwa para ilmuwan telah menemukan penyebab kebotakan, yaitu adanya gen yang menyebabkan kegagalan produksi dan perkembangan sel-sel rambut.
Tapi sayangnya, belum ada cara pengobatan yang benar-benar efektif untuk mengatasinya. Selain itu, sementara gen memainkan peran utama dalam kerontokan rambut, banyak pria tidak menyadari bahwa kebiasaan sehari-harinya dapat memperburuk masalah kebotakan.
Dilansir Dailymail, Senin (11/1/2011), ahli bedah restorasi rambut dari Inggris memberikan beberapa langkah sederhana untuk membantu mengurangi kerontokan rambut, yaitu:

1. Jangan lewatkan waktu sarapan

Rambut terdiri dari keratin, yaitu zat yang memberinya kekuatan. Terlalu sedikit protein akan mempengaruhi tingkat keratin, sehingga menyebabkan rambut kehilangan tenaga dan berhenti tumbuh.

"Sarapan adalah waktu yang tepat untuk meningkatkan protein dalam tubuh, dengan makanan seperti ikan, telur, ayam, daging merah," kata Philip Kingsley, konsultan trichologist.

2. Makan kacang-kacangan
Kurangnya zat besi bisa menyebabkan rambut rontok. Jika Anda tidak memiliki cukup zat besi, maka kadar feritin akan turun, yang merupakan molekul penyimpan zat besi dalam tubuh.

Hal ini pada gilirannya akan mengganggu pertumbuhan rambut normal dan meningkatkan kerontokan rambut. Makan makanan kaya zat besi seperti kacang-kacangan, daging merah, sayuran hijau tua dan buah-buahan kering, ini akan membantu mengurangi rambut rontok berlebihan.

3. Berhenti merokok
Penelitian menunjukkan bahwa rokok juga bisa memicu kerontokan rambut. Hal ini karena rokok dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan merusak suplai darah ke folikel rambut. Maka berhenti merokok adalah salah satu cara untuk mencegah kebotakan.

4. Rileks
Memiliki kelebihan hormon laki-laki mungkin tidak terdengar seperti hal yang buruk, tetapi testosteron dan dihidrotestosteron (DHT) dapat memiliki efek buruk pada bagian-bagian tertentu dari folikel rambut.
Hormon tersebut meresap ke batang rambut dan menyebabkan rambut menjadi lebih tipis. Setelah rambut menyusut, dengan diameter tertentu akan berhenti tumbuh sepenuhnya. Ketika pria sedang stres, tubuh akan memproduksi hormon lebih banyak dan cenderung membuat rambut rontok. Jadi cobalah untuk rileks.

5. Jangan menyisir dengan keras
Menyisir rambut dengan keras dapat menggaruk kulit kepala dan menarik rambut keluar dari akar serta merusak folikel rambut. "Sangat penting untuk merawat kulit kepala dengan lembut ketika keramas, dan jangan menarik-narik rambut Anda dengan sikat atau sisir," kata Dr Bessam Farjo, ahli bedah restorasi rambut dari Manchester.

6. Jangan mewarnai rambut
Studi juga menunjukkan bahwa pewarna yang berisi bahan kimia para-phenylenediamine (PPD) dapat menyebabkan reaksi alergi parah dan dermatitis, yang dapat menyebabkan kerusakan pada folikel kulit kepala dan rambut.


(mer/ir)